Friday, December 30, 2005

Renungan Akhir Tahun

Oleh: Nasrullah Jasam

Sebenarnya sebagai ummat Islam kita memiliki tahun baru sendiri yaitu tahun baru Hijriah, tahun yang dihitung mulai hijrahnya Nabi ke Madinah al Munawarah dan ditetapkan sebagai tahunnya ummat Islam sejak kepemimpinan Sayyidina Umar. Namun sebagai negara yang terdiri dari berbagai suku dan agama, Indonesia sebagaimana halnya negara-negara lain di belahan dunia turut menyambut datangnya tahun baru Masehi dengan gegap gempita dan terkadang over. Ingat menjelang tahun baru 2004 sebuah pesta kembang api besar-besaran telah disiapkan dan menelan biaya ratusan juta rupiah tapi kemudian terjadi gempa tsunami di Aceh dan akhirnya karena untuk menjaga perasaan saudara kita di Aceh pesta kembang api itu digagalkan dan sebagai gantinya semua acara tahun baru di televisi diisi dengan aksi solidaritas dan penggalangan dana untuk korban tsunami Aceh meskipun masih saja ada beberapa orang pada waktu itu yang merayakan tahun baru dengan pesta musik dangdut dsb, dengan alasan karena sudah direncanakan dari jauh hari.

Terlepas dari itu semua, bagi kita yang beragama Islam okelah perayaan tahun baru Masehi kita anggap sebagai sebuah local wisdom (kearifan lokal), kita ambil sisi-sisi positifnya saja seperti mengambil pelajaran dari tahun yang telah kita lalui untuk lebih memperbaiki diri, dan bukankah itu perintah Al Qur'an : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” Q.S Al Hasyr 18.

Sebagai umat Islam sesungguhnya melakukan muhasabah annafs (introspeksi diri), tidak harus pada moment tertentu, baik itu tahun baru hijriah, masehi, hari raya iedul fitri atau iedul adha dan hari besar lainnya. Islam menganjurkan umatnya agar setiap hari, menjelang tidur, mereka melakukan introspeksi diri atau menilai sendiri segala perilaku dan perbuatan yang dilakukannya sepanjang hari. Hanya saja melakukanya pada moment tersebut bisa lebih khusyu, seperti halnya bermaaf-maafan itu akan lebih terasa di hari raya iedul fitri. Nah, begitu juga dengan moment tahun baru ini akan sangat tepat kalau kita melakukan introspeksi diri di pergantian tahun ini agar kedepan kita bisa lebih baik.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa manfaat introspeksi diri di malam tahun baru :

1. membuat kita lebih tahu akan diri kita sendiri

Imam Ghazali membagi manusia menjadi empat bagian : 1 manusia yang tahu bahwa dirinya tidak tahu. 2 manusia yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. 3 manusia yang tahu bahwa dirinya tahu. 4 manusia yang tidak tahu bahwa dirinya tahu.

Dari pembagian Imam Ghazali tersebut bisa kita simpulkan bahwa : untuk golongan pertama ia termasuk manusia yang tahu diri, golongan kedua adalah tipe orang yang tidak tahu diri, golongan ketiga orang yang sadar akan kemampuan dirinya, dan golongan keempat adalah orang yang tidak sadar akan potensi dirinya. dari keempat golongan tadi yang problem adalah golongan kedua dan keempat karena masing masing tidak mengetahui kelebihan dan kekurangannya, nah! dengan introspeksi diri manusia bisa menemukan titik kelemahan atau kekurangan dalam dirinya, serta menemukan titik kelebihan yang dimilikinya. Manusia yang mengetahui dengan benar letak keburukan yang dimilikinya akan mudah menemukan jalan untuk menghilangkan keburukan itu, dan manusia yang mengetahui dengan benar letak kelebihannya akan mudah menggunakan kelebihannya itu untuk hal-hal yang baik tanpa harus merasa sombong, keduanya harus seimbang, karena jika tidak yang pertama berakibat over confident yang kedua berakibat munculnya rasa minder.

2. membuat kita lebih dewasa

kedewasaan bukan dilihat dari umur seseorang tapi dari sikapnya, berapa banyak orang yang sudah mencapai umur kepala 3 atau 4 tapi masih bersifat kekanak-kanakan, tidak bisa mengontrol diri, menahan emosi, suka menang sendiri, dan enggak mau kalah. Tapi sebaliknya banyak juga orang yang masih berusia muda tapi sudah bisa menjadi teladan bagi temannya. dengan sering melakukan introspeksi, refleksi dan kontemplasi orang akan cepat menjadi dewasa, karena dia bisa mengambil pelajaran dari pengalaman.

Orang yang selalu belajar dari pengalaman dan suka introspeksi diri biasanya proses kedewasaannya lebih cepat. semakin hari ia akan tumbuh menjadi manusia yang lebih bijaksana. Sebaliknya, orang yang cepat merasa puas merasa tidak perlu belajar lagi, manja, tidak mau dikritik dan selalu lari dari masalah akan mengalami hambatan dalam proses pendewasaannya. dalam sejarah ummat Islam kita bisa melihat contoh para sahabat dalam hal kedewasaan, misalnya sayidana Usman r.a. dengan berbesar hati dan tanpa tersinggung mau menarik pendapatnya dalam suatu kasus hukum[1] karena beliau melihat pendapat sayidina Ali r.a. lebih tepat, atau ketika sayyidina Umar membenarkan seorang wanita tua yang mengkritik isi pidataonya karena dianggap kurang tepat[2]. Rasanya suritauladan keduanya patut ditiru oleh para pemimpin kita, agar mereka bisa menjadi pemimpin yang bijaksana dan tidak arogan.

3. menyadarkan kita bahwa umur kita semakin berkurang

kita sadari atau tidak sesunguhnya setiap pergantian tahun umur kita semakin berkurang, memang secara nominal kelihatanya bertambah tapi masa berlakunya jelas semakin berkurang, semakin bertambah umur semakin berkurang kemampuan dan kekuatan kita, kita bisa perhatikan dalam dunia olahraga misalnya, semakin bertambah usia seorang atlet semakin berkurang ketangkasannya, seorang Pele adalah bintang sepakbola disaat usianya masih muda, tapi saat ini ketika usianya tidak lagi muda tidak ada satu pun club di dunia yang ingin membelinya sebagai pemain karena kemampuanya sudah berkurang seiring dengan bertambahnya usia, dan saya rasa ini berlaku pada setiap profesi, dan memang demikianlah sunnatullah yang berlaku, Allah berfirman : “Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian (nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?” Q.S Yasin

Dengan melakukan introspeksi diri kita bisa menyadari, bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, jabatan bisa copot, harta bisa hilang, dan yang hidup pun bisa mati, semuanya berjalan sesuai ketentuan yang Maha Kuasa.

Dari paparan diatas, hendaknya kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sebaiknya tahun baru disambut bukan dengan sekedar hura-hura, pawai keliling kota sambil meniup terompet dsb. Tapi hendaknya kita sisihkan sedikit waktu untuk merenung, mengintrospeksi diri, kita jadikan tahun baru sebagai moment untuk memperbaiki diri. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang pluralis, Memboikot datangnya tahun baru Masehi tentu bukan tindakan yang bijaksana, namun sebagai ummat Islam kita berkewajiban untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisir hal- hal yang tidak ada manfaatnya dalam menyambut tahun baru dan menggantinya dengan yang lebih baik dan bermanfaat, dalam hal ini kita bisa mencontoh Wali songo ketika mengislamkan tanah jawa, segala bentuk tradisi masyarakat jawa tidak mereka hilangkan tapi mereka ganti substansinya. Hasilnya, Tradisi wayang, tingkepan, nyadran dll, yang dulunya merupakan tradisi hindu – budha, menjadi tradisi yang penuh dengan nilai-nilai Islam, karena prinsip mereka "yatakhallatuun walakin yatamayazun" (berbaur tapi tetap memiliki karakter). Wallahu a'lam (Rabat, 21 Desember 2004. Jam 20:35)
_____________________________________
[1] Yaitu ketika sayyida Usman ingin merajam seorang wanita yang melahirkan anak padahal usia perkawinannya baru enam bulan karenanya wanita tersebut dianggap telah berzina, namun sayyidina Ali berpendapat seorang wanita bisa saja melahirkan dalam usia kandungan 6 bulan, dalil beliau ayat al qur'an yang berbunyi : "wahamluhu wa fisholuhu tsalatsuna sahran"
[2] Yaitu saat beliau berpidato dan menyinggung soal maskawin agar standarnya diturunkan, usul beliau ditolak oleh seorang wanita tua dengan alasan bahwa besar kecilnya maskawin adalah hak perempuan, kemudian Umar berkata : wanita ini benar dan Umar yang salah

Friday, December 16, 2005

Sang Pembawa Sorga

Oleh : Bayu Subekti


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُواْ النِّسَاء كَرْهاً وَلاَ تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُواْ بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلاَّ أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً النساء –18
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka, karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Q.S An Nisa’ . 18)

Yang dimaksud “tidak halal bagi kamu mewariskan wanita dengan jalan paksa” dalam ayat ini sama sekali tidak menunjukan bahwa mewariskan wanita yang tidak dengan jalan paksa dibolehkan. Menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewariskan janda itu. Janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris tersebut atau sama sekali tidak dibolehkan kawin lagi. Sedangkan yang dimaksud “pekerjaan keji yang nyata” tersebut adalah berzina atau membangkang dari perintah.

Walaupun hubungan antara pria dan wanita telah seujur usia bumi ini, namun keharmonisan hubungan tersebut belum bisa disejajarkan dengan sejarah panjangnya dialog seputar isu-isu sosial kewanitaan, status, hak dan lain-lainnya yang acap kali menimbulkan ketimpangan pemahaman diantara dua penghuni bumi tersebut, apalagi sebelum datangnya ajaran agama islam.

Semua itu terlahir dari berbagai pandangan, karena tidak semua laki-laki sama dalam memandang wanita, ada yang menganggap wanita itu sebagai bunga yang harus dijaga, ada yang menganggap hanya untuk dipetik saja, dan bisa diperjual belikan atau bahkan ada yang membiarkannya bebas berkeliaran di kebun-kebun pengembaraan. Begitupun sebaliknya, dan berbagai pandangan bebas itu tampak jelas dalam lembaran sejarah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.

Peradaban Mesir Kuno misalnya, mengganggap wanita hanya sebagai “pelengkap penderita” bagi laki-laki. Tak heran kalau seorang raja memiliki puluhan gundik atau gadis-gadis tawanan. Bahkan, menurut Dr Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya al-Mar’ah al-Muslimah wal Fiqhu Da’wah Ilallah, banyak di antara raja Mesir yang menikahi saudara perempuannya sendiri atau bahkan putrinya sendiri.

Selain itu, kisah tentang persembahan gadis cantik untuk sungai Nil dan kisah tentang adanya para penari wanita di negeri Mesir tak asing lagi di telinga kita. Semuanya ini menunjukkan betapa rendahnya kondisi wanita di zaman peradaban Mesir Kuno.

Di negeri Babylonia, nasib kaum Hawa tak jauh beda. Mereka dianggap barang dagangan yang bisa dijual belikan seenaknya. Menurut salah satu undang-undang Babylonia dulu, bila seorang istri sedang ditinggal pergi suaminya, ia bisa hidup dengan laki-laki lain sampai suaminya kembali. Praktik pelacuran adalah kebiasaan yang diwarisi di negari Babylonia ini hingga dihapuskan sekitar tahun 250 SM.

Menurut peradaban Cina, seorang suami boleh menjual istrinya kalau ia memerlukan uang. Seorang istri tak boleh makan bersama suaminya. Ia hanya diperkenankan makan dari sisa-sisa suaminya. Peradaban Cina Kuno juga membuat peraturan yang menempatkan wanita sebagai pemuas nafsu laki-laki. Marco Polo, pemimpin ekpedisi Spanyol pernah menyaksikan segerombolan pelacur di Cina saat ia datang ke tempat itu. Pemerintah Cina kala itu memang sengaja “memelihara” mereka untuk dipersembahkan kepada para tamu.

Pemerintah Yunani Kuno mengakui adanya praktik prostitusi secara resmi. Mereka dikenakan pajak untuk disetor pada negara. Dari penghasilan ini, pemerintah menganggap sumber ekonomi yang paling penting.

Menurut peradaban India Kuno, wanita tak punya hak sedikit pun untuk menentukan suami. Di antara mereka, banyak yang diwajibkan menjadi pelayan-pelayan Tuhan atau Kuil. Mereka diwajibkan melayani para tokoh Kuil yang dikenal dengan Dukun Brahmana. Undang-undang Peradaban India hanya membolehkan delapan macam perkawinan yang semuanya tak menjamin kehormatan wanita.

Beberapa ajaran agama-agama selain Islam pun menganggap kaum Hawa tak lebih dari sumber malapetaka. Misalnya, orang-orang Yahudi dan Nasrani menganggap yang membujuk Nabi Adam untuk memakan buah terlarang adalah istrinya, Hawa. Dialah yang telah membisiki Adam dan membujuknya untuk memakan buah tersebut. Dari sini kemudian wanita dianggap sebagai penyebab pertama “malapetaka kemanusiaan”. Wanitalah yang telah menyebabkan Adam dan keturunannya dikeluarkan dari surga (Qardhawi Bicara Soal Wanita, Arasy, Maret 2003).

Agama Hindu pun sama. Ia menganggap wanita sebagai makhluk yang paling berbahaya, lebih berbahaya daripada api. Wanita dianggap makhluk yang berbahaya melebihi ular. Agama Yahudi juga tak memberikan tempat terhormat bagi wanita. Dalam pandangan agama ini, wanita tak mempunyai hak kepemilikan, hak waris, dan merupakan makhluk terkutuk.

Agama Kristen pun memandang hina wanita. Kata Paus Turtulianus, “Wanita adalah pintu gerbang setan, masuk dalam diri laki-laki untuk merusak tatanan Tuhan dan mengotori wajah Tuhan yang ada pada laki-laki.”

Pada zaman Jahiliyah menjelang diutusnya Rasulullah saw, kedudukan wanita pun tak kalah hinanya. Bangsa Arab kala itu sangat membenci anak perempuan. Mereka tak segan-segan menguburnya hidup-hidup.

Di sisi lain, wanita sangat didewakan, disanjung dan dipuja. Dia diberikan posisi bebas. Dengan alasan Hak Asasi Manusia, wanita diberikan kebebasan melakukan apa saja, termasuk memikat daya tarik laki-laki dengan menjadi bintang iklan. Mereka juga dibolehkan bergaul bebas dengan lawan jenis.

Dengan dalih emansipasi, wanita diminta memberontak dari ajaran agamanya. Untuk mendukung ide emansipasi, kaum Feminis mengungkap fakta bahwa banyak kaum wanita yang memiliki otak brilian seperti laki-laki. Dengan dalih tersebut, mereka ingin menyejajarkan wanita dan pria pada satu tingkat dalam segala hal. Kodrat alamiah wanita diabaikan, bahkan kalau mungkin dialihkan kepada laki-laki.

Di Amerika, tempat lahirnya Gerakan Pembebasan Wanita, gerakan emansipasi atas nama demokrasi dianggap “berhasil”. Tapi bagaimana fakta sebenarnya? Kendati jumlah wanita bekerja meningkat, tapi pendapatan ekonomi mereka rata-rata menurun. Dua dari tiga orang dewasa yang miskin adalah wanita. Tingkat upah pun ternyata tak berubah. Data tahun 1985 menunjukkan tingkat upah rata-rata wanita di AS adalah 64 % dari tingkat pria, sama dengan tahun 1939.

Kekerasan terhadap wanita di negeri yang mengaku paling demokratis ini pun sangat tinggi. Wanita mengalami tindak kekerasan di setiap delapan detik! Setiap jam sebanyak 78 anak gadis diperkosa. Data lain menyebutkan, sekitar 13 % atai 12,1 juta anak gadis Amerika sudah pernah diperkosa lebih dari satu kali. Yang lebih mengejutkan, enam dari sepuluh anak yang diperkosa (61%) belum mencapai usia 18 tahun. 29 % dari korban perkosaan rata-rata berumur 11 tahun, dan 32 % dari mereka berumur antara 11 sampai 17 tahun.

Di Jerman, negara yang juga dianggap menghormati wanita, menurut penelitian, setiap lima belas menit terjadi perkosaan terhadap wanita. Jadi, menurut data kepolisian setempat, terdapat 35.000 wanita yang diperkosa. Data riil di lapangan tentu lebih banyak (Maisar Yasin, Wanita Karir dalam Perbincangan, hlm 96).

Di Maroko, presentase rata-rata yang buta huruf itu 67 % nya wanita, seperti yang diaransir koran ahdats al magribiyah inipun bentuk dari tradisi lama kaum pria yang menempatkan posisi wanita hanya untuk didapur. Dan itulah salah satu dari tujuan direvisinya UU kekeluargaan yang lebih menitik beratkan kepada meningkatkan derajat kaum wanita sekarang ini.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Dalam sejarah indonesia telah jauh mengawali dan menyadari akan kualitas dan peran serta kedudukan perempuan melalui penegakan hak di segala bidang dengan didirikannya organisasi “Putri Merdeka” pada tahun 1912. Sehingga dengan didirikannya organisasi tersebut telah menggugah organisasi kewanitaan lainnya, seperti Aisyah, Muslimat dan Persis untuk bahu-membahu mengangkat citra perempuan Indonesia kala itu. Bahkan tepat pada tanggal 22 Desember 1928, wanita Indonesia mampu menyelenggarakan kongres Perempuan Indonesia yang sekarang kita hormati sebagai hari Ibu. Sedangkan PBB baru mendeklarasikan hari Ibu sedunia pada tahun 1975 di Mexico City.

Semoga peringatan itu tidak sebatas seremonial, namun mampu mengurangi berita kasus perkosaannya derap hukum SCTV, menghapus kisah pelacurannya nah ini dia Pos Kota, menghilangkan iklan berpose wanita populer dimajalah Popular dan sederet kasus lainnya yang mengamini salah satu filsafat yunani “Homo Homini Lopus” manusia bagi manusia lainnya adalah serigala.

Dan Islam melalui Al Qur’an dan Sunahnya tanpa diperingatipun telah lama memperingatkan kita, “bil ma’ruf” atau dengan patut dalam ayat ke 19 Surat An-Nisa tersebut adalah perintah kepada mereka yang beriman untuk memperlakukan wanita itu dengan cinta, kasih sayang dan penghormatan sebagai sesama hamba Allah.

Dirgahayu Ibuku, kami semua mendambakan sorga itu masih berada ditelapak kakimu…(wallahua’lam bissowab).
Nomor 17/Edisi V/Th.I

Do'a

Anak untuk Orang Tuanya :

رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً

Rabbirhamhumaa kamaa rabbayaanii shagiiran.

Tuhanku, rahmatilah akan Ibu Bapaku sebagaimana kedua-duanya telah mendidik aku di kala aku kecil.
(Q.S 17 ayat 24)

Friday, December 09, 2005

Syukur

Oleh : M. Sabiq Al Hadi

لإن شكرتم لأزيدنكم و لإن كفرتم إن عذابي لشديد

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7).

Kata syukur berasal dari Bahasa Arab dan dalam Al-Quran mempunyai arti “rasa terima kasih kepada Allah” atau “pujian” atas anugerah dan kenikmatan yang diperoleh.

Dalam al-Qur'an maupun hadits banyak sekali perintah atau anjuran kepada kita untuk tidak berhenti bersyukur. Bagaimana tidak, keberadaan kita sekarang adalah karena nikmat Allah. Kalau tidak suka dengan apa yang kita peroleh, maka carilah bumi yang bukan milik Allah. Lalu ke mana lagi kita harus pergi? Jangankan ke bumi yang bukan ciptaan Allah, ke bulan saja belum tentu kita bisa hidup. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7).

Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat dan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebutnya”. (QS Adh-Dhuha: 11). Nabi Muhammad SAW bersabda: “Allah senang melihat bekas (bukti) nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya”. (HR At-Tarmidzi).

Pada prinsipnya segala bentuk syukur harus ditujukan kepada Allah SWT. Al-Qur'an memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebutkan beberapa nikmat-Nya: “Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (QS Al-Baqarah: 152).

Namun demikian, walaupun syukur harus ditujukan kepada Allah, ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Al-Quran juga memerintahkan agar mensyukuri Allah dan kedua orang tua (yang menjadi perantara kehadiran kita di muka bumi). Allah menjelaskan: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu; hanya kepada-Kulah kembalimu".

Meskipun Al-Quran hanya menyebutkan kedua orang tua – selain Allah – yang harus disyukuri, namun juga bukan berarti bahwa selain mereka tidak boleh disyukuri. Nabi bersabda: “Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah”. (HR Imam Ahmad).

Adapun uraian Al-Quran tentang syukur mencakup tiga macam:
  1. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah dan kenikmatan.
  2. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah serta memuji pemberinya.
  3. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
Syukur dengan lidah dan perbuatan adalah cara yang paling gampang dan kasat mata ketika kita memperoleh anugerah atau rezeki yaitu dengan mengucapkan hamdalah, bersedekah dan bernazar serta menggunakan nikmat yang diperoleh sesuai dengan tujuan penciptaan dan penganugerahannya. Lalu, bagaimana dengan syukur hati?

Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang kita peroleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan betapapun kecilnya nikmat yang ia peroleh. Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetaka atau musibah, bisa jadi dapat memuji Tuhan bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi.

Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah. Sujud syukur adalah perwujudan dari syukur dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah.

Kita bersyukur biasanya disebabkan karena beberapa hal mendasar, antara lain: diberi kehidupan, kesehatan dan keselamatan, hidayat Allah, pengampunan-Nya, panca indera dan akal, rezeki, sarana dan prasarana, kemerdekaan. Sukses dalam bekerja, berhasil menggapai cita-cita, terima gaji, nilai bagus, istri melahirkan, naik pangkat, lulus ujian, utang ditangguhkan, dan lain-lain adalah contoh-contoh nikmat yang wajib disyukuri.

Masih banyak lagi nikmat-nikmat Allah – yang manusia tidak sanggup menghitungnya – secara eksplisit disebut oleh Al-Quran. Allah berfirman: “Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya” (QS Ibrahim: 34). Lalu, apakah sekarang kita masih mengingkari segala nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita?. Allah berfirman: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?”. (QS Al-Rahman).

Semoga kita menjadi hamba-Nya yang senantiasa dan pandai bersyukur. Amiiin.
Nomor 16/Edisi V/Th.I

Empat Puluh Hari

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah s.a.w menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga. (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
  1. Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluknya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah kebahagiaan dan kecelakaan.
  2. Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk syurga atau neraka, akan tetapi amal perbutan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.
  3. Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
  4. Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hatinya karenanya.
  5. Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.

Do'a

Syukuri Kebaikan Orang Lain dengan :

جزاك الله خيرا

« Jazaakallaahu khairaa ».

Semoga Allah membalas engkau dengan kebaikan juga. (H.R. At Turmudzi).

بارك الله لك فى اهلك ومالك

« Baarakallaahu laka fii ahlika wamaalik »

Semoga Allah memberi berkah kepada engkau dan keluarga serta hartamu. (H.R. An Nassa’i– Ibnu Majah– Ibnus Sina)

Friday, December 02, 2005

Jihad Di Jalan Allah

Oleh : Furqon bin Amri


M akna Jihad

Jihad berasal dari kata jahada-yajhadu-juhdan yang maknanya kesukaran, daya dan tenaga yang dicurahkan untuk mencapai sesuatu baik dengan lisan atau perbuatan. Jalan Allah dalam Bahasa Arab disebut sabilullah yang berarti setiap perbuatan yang ikhlas yang dilakukan seorang muslim dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah.

Sebagian ulama mendefinisikan jihad sebagai : mengerahkan daya upaya dalam memerangi kaum kafir setelah mengajak mereka masuk Islam dan enggan membayar jizyah (pajak).[1] Pengertian inilah yang dimaksud dalam konteks Islam dari makna jihad yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadis-hadis Rasulullah. Namun tidak selamanya jihad diartikan sebagai perang melawan kaum kafir dalam bentuk fisik. Tetapi jihad dalam arti yang lebih luas mencakup semua aspek dan daya seorang muslim dalam menghadapi musuh-musuhnya untuk mencapai cita-cita yang digariskan oleh al-Quran. “Musuh-musuh” yang dimaksudkan di sini adalah meliputi musuh dari dalam manusia itu sendiri seperti jihad melawan jiwa kita dengan membersihkannya dan menyucikan hati dari sifat-sifat yang rendah dan keji untuk diisi dengan sifat-sifat yang mulia dan terpuji; jihad melawan setan dengan melawan bisikannya di dalam hati yang senantiasa mengajak melakukan perbuatan maksiat dan mungkar.

Al-Kasani mengartikan jihad sebagai upaya mengerahkan segala upaya dan kemampuan dalam perang di jalan Allah dengan jiwa, harta atau lisan; dan hal itu dilakukan sampai batas tertinggi.[2]

Di dalam al-Qur'an dan hadis-hadis Rasul terdapat kata-kata jihad yang mengandung arti lebih luas dan lebih umum dari makna perang melawan kaum kafir sebagaimana firman Allah SWT :

فَلاَ تُطِعِ الكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَاداً كَبِيراً

"maka janganlah kamu mengikuti orang orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur'an dengan jihad yang besar". (al-Furqan, 52)

Ibnu Abbas menafsirkan (وجاهدهم به) yaitu berjihad dengan al-Qur'an[3]

Rasulullah juga bersabda ketika seorang sahabatnya meminta kepada Rasulullah untuk ikut jihad bersamanya . Beliau bertanya:

"Apakah kamu masih mempunyai orang tua?". Sahabat berkata, "iya". Kemudian Rasulullah bersabda, "maka berjihadlah (bersunguh-sungguhlah kamu) dalam menjaga dan memelihara orang tuamu" (HR. al-Bukhari, 10/403 dan Muslim, 4/1975).

Hukum Jihad

Jihad di jalan Allah hukumnya wajib kifayah yaitu jika dilakukan oleh sebagian orang muslim maka jatuhlah kewajiban tesebut bagi yang lainnya.[4] Namun kewajiban jihad tersebut akan menjadi wajib 'ain (menjadi wajib atas setiap orang muslim) dalam kondisi kondisi tertentu, diantaranya:

1. Jika sudah masuk dalam medan perang. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَار. وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

"Hai orang orang yang beriman apabila kamu bertemu dengan orang orang yang kafir yang sedang menyerangmu maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)". (al-Anfal 15)

2. Jika musuh sudah masuk ke negeri umat Islam maka wajiblah warganya untuk memerangi kaum kafir tersebut. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

"hai orang orang yang beriman perangilah orang orang kafir yang disekitar kamu itu dan hendaklah mereka menemui kekerasan darimu dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang orang bertaqwa".(at-Taubah, 123)

Hikmah Pensyariatan Jihad

Dari beberapa ayat yang mengandung seruan untuk berjihad terdapat beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari pensyariatan jihad, diantaranya :

1. Menegakkan syariat dan agama Allah diatas bumi ini, sebagaimana sabda Rasulullah SAW ketika ditanya oleh sahabat mengenai orang orang yang berperang demi harta rampasan dan orang-orang yang berperang untuk disebut-sebut (sebagai pahlawan) dan untuk memperlihatkan kedudukannya, maka siapakah diantara mereka yang berada di jalan Allah. Rasulullah menjawab, "barang siapa yang berperang demi menegakkan kalimat allah maka dialah di jalan allah".

2. Sebagai pertolongan untuk orang orang yang dizalimi dan tertindas sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa' ayat 75 yang berbunyi, "mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang orang yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, 'ya Tuhan kami keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau dan berilah kami penolong dari sisi Engkau'" .

Keutamaan Jihad

Banyak sekali ayat al-Qur'an dan hadis Rasul yang menerangkan keutamaan dan kelebihan berperang di jalan Allah. Ia merupakan salah satu kunci menuju surga yang menjadi idaman setiap muslim. Allah SWT telah menjanjikannya melalui Rasul-Nya bagi mereka yang berjihad di jalan-Nya sebagai balasan atas pengorbanan jiwa dan harta mereka dalam menegakkan kalimat Allah SWT.

Allah berfirman dalam surat as-Shaff yang bunyinya, ''Kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai dan memasukkan kamu ke tempat tinggal yang baik di dalam surga dan itulah keberuntungan yang besar". (as-Shaff, 11-12)

Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, "ya Rasulullah, tunjukilah kepadaku suatu amal yang dapat menandingi jihad'. Rasulullah menjawab, "saya tidak mendapatkannya". Kemudian beliau berkata, "apakah kamu sanggup ketika mujahid pergi untuk berperang lantas kamu masuk masjid sehingga kamu melaksanakan shalat tanpa merasa letih dan berpuasa tanpa berbuka hingga dia kembali?". Sahabat menjawab, "siapa yang sanggup melakukan hal itu?". (HR. Bukhari, 6/2785).

Penutup

Ketahuilah bahwa sesungguhya kematian itu adalah sesuatu yang pasti. Ia hanya terjadi sekali. Seandainya kita jadikan kematian itu di jalan-Nya maka itulah keuntungan dunia dan akhirat dan ketahuilah sesungguhnya kalian tidak akan tertimpa sesuatu kecuali apa yang telah Allah tentukan
Nomor 15/Edisi IV/Th.I

haq Islam

Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah s.a.w bersabda : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Catatan :

Hadits ini secara praktis dialami zaman kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, sejumlah rakyatnya ada yang kembali kafir. Maka Abu Bakar bertekad memerangi mereka termasuk diantaranya mereka yang menolak membayar zakat . Maka Umar bin Khottob menegurnya seraya berkata : “ Bagaimana kamu akan memerangi mereka yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah sedangkan Rasulullah telah bersabda : Aku diperintahkan…..(seperti hadits diatas)” . Maka berkatalah Abu Bakar : “Sesungguhnya zakat adalah haknya harta”, hingga akhirnya Umar menerima dan ikut bersamanya memerangi mereka.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
  1. Maklumat peperangan kepada mereka yang musyrik hingga mereka selamat.
  2. Diperbolehkannya membunuh orang yang mengingkari shalat dan memerangi mereka yang menolak membayar zakat.
  3. Tidak diperbolehkan berlaku sewenang-wenang terhadap harta dan darah kaum muslimin.
  4. Diperbolehkannya hukuman mati bagi setiap muslim jika dia melakukan perbuatan yang menuntut dijatuhkannya hukuman seperti itu seperti : Berzina bagi orang yang sudah menikah (muhshan), membunuh orang lain dengan sengaja dan meninggalkan agamanya dan jamaahnya .
  5. Dalam hadits ini terdapat jawaban bagi kalangan murji’ah yang mengira bahwa iman tidak membutuhkan amal perbuatan.
  6. Tidak mengkafirkan pelaku bid’ah yang menyatakan keesaan Allah dan menjalankan syari’atnya.
  7. Didalamnya terdapat dalil bahwa diterimanya amal yang zhahir dan menghukumi berdasarkan sesuatu yang zhahir sementara yang tersembunyi dilimpahkan kepada Allah.

Do'a

Bila Mendengar Petir Ucapkanlah:

اللهم لا تقتلنا بغضبك، ولا تهلكنا بعذبك وعافنا قبل ذلك

“Allaahumma laa taqtulnaa bighadlabik, walaa tuhliikna bi’adzaabik, wa’aafinaa qabla dzaalik”.

Ya Allah janganlah Engkau membunuh kami karena kemarahanMu, dan janganlah Engkau merusak binasakan kepada kami karena siksaanMu, dan jagalah kami sebelum yang demikian itu.
(H.R. At Turmudzi)

Friday, November 25, 2005

Shalawat

Oleh : Agus Syarif Hidayatullah


إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (al-Ahzab, 56).

Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa makna shalawat disini adalah pemberkahan atas Rasulullah SAW. Al-Mubarrad menegaskan bahwa kedudukan shalawat adalah simbol kasih sayang, sedangkan dari Allah merupakan rahmat dan dari malaikat berupa kerendahan diri sekaligus permohonan rahmat dari Allah untuk Nabi akhir zaman, Muhammad SAW.

Oleh karena ayat di atas turun kepada Rasulullah SAW, maka Allah SWT memerintahkan para sahabat Rasulullah agar memberi salam kepadanya semasa hidupnya juga kepada umatnya saat menziarahi kuburannya atau saat nama Rasullullah Muhammad SAW disebut.

Salam mempunyai tiga pengertian :
  1. "Selamat kepada engkau ya Rasulullah" yang berarti keselamatan menyertaimu.
  2. As-Salam melindungimu dan memeliharamu. As-Salam adalah satu diantara nama-nama Allah yang baik (Asma'ul Husna)
  3. Salam yang berarti penyerahan dan ketundukan.

Hukum memberikan shalawat kepada Rasulullah SAW adalah wajib sekali seumur hidup, sedangkan selebihnya adalah sunnah. Menurut Imam Syafi'i yang diwajibkan adalah ketika di dalam shalat (dalam tasyahud akhir) sedangkan lainnya merupakan ibadah sunnah. Imam Malik masih memberi kelonggaran. Apabila tidak mengucapkan shalawat dalam tasyahud maka shalatnya sah, karena itu hanya sunnah saja, walaupun meninggalkankannya adalah tidak bagus.

Baginda Rasulullah SAW mengajari umatnya waktu dan tempat yang terbaik untuk membaca shalawat kepadanya. Saat beliau mendengar seseorang berdoa dalam shalatnya dan tidak bershalawat kepadanya, beliau mengatakan; “secepat itukah!”, lalu beliau bersabda: "apabila salah seorang dari kamu berdoa dan shalat maka ucapkanalah kalimat hamdalah/tahmid kemudian bershalawatlah dan setelah itu berdoalah sesuka hatimu”(HR. Abu Dawud).

Umar ibn Al-Khattab RA berkata, “Doa dan shalat menggantung di antara bumi dan langit. Keduanya tidak akan naik kepada Allah sampai pelakunya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW". ( H.R. Turmudzi).

Ibnu Atha' mengatakan, “Doa mempunyai rukun, sayap, sebab dan waktu. Apabila tercukupi rukunnnya maka kuatlah, apabila kuat sayapnya maka akan terbang keatas langit, apabila tepat waktunya beruntunglah, dan apabila dilakukan sebabnya maka sukseslah. Rukun berdoa adalah kehadiran hati, kerendahan diri, ketenangan, kekhusyukan dan bergantungnya hati kepada Allah SWT. Sedangkan sayap doa adalah kejujuran dan waktunya adalah ketika sahur (sepertiga malam terakhir) dan sebabnya adalah bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW".

Di antara waktu sunnahnya bershalawat kepada Rasulullah SAW adalah ketika mendengar namanya disebut, ditulis atau setelah azan berkumandang. Ini sesuai dengan sabdanya, “betapa pelitnya seseorang apabila disebut namaku dan tidak bershalawat kepadaku” (HR. Turmudzi).

Saat memasuki mesjid, seseorang dianjurkan untuk membaca shalawat lalu dilanjutkan dengan membaca doa masuk mesjid “Allahummagfirli dzunubi, waftah li abwaba rahmatik”: Ya Allah ampunilah dosaku dan bukalah pintu-pintu rahmat-Mu. Juga bershalawat sunnah dilakukan saat melakukan tasyahud (tahiyyat) dalam shalat dan takbir kedua pada shalat janazah. Shalawat juga sudah menjadi kebiasaan umum dilakukan dalam penyampaian khutbah jum'at dan tulisan-tulisan keagamaan. Rasulullah SAW bersabda, “barang siapa menulis shalawat kepadaku dalam karyanya, tersebutlah malaikat memohonkan ampun selama namaku ada dalam tulisan itu” (HR. Thabrani).

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kalian mendengar adzan ucapkanlah apa yang diucapkan muazin (orang yang azan) dan bershalawatlah kepadaku. Sesungguhnya orang yang bershalawat kepadaku sekali saja maka Allah bersahalawat kepadanya sepuluh kali, kemudian mintalah wasilah bagiku, karena itu adalah tempat di surga yang tidak diperuntukan kecuali bagi hamba-hamba Allah dan aku berharap Aku berada disana. Barang siapa yang menjadikanku wasilah, ia akan mendapat syafaat (pertolongan)-ku di hari akhir". (HR. Muslim). Wallahu A’lam bisshawab.

Nomor 14/Edisi IV/Th.I

Do'a

Mohon Keturunan Yang Baik

ربنا هب لنا من ازواجنا وذرياتنا قرة اعين واجعلنا للمتقين إماما.

"Rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a’yunin waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa".

Wahai Tuhan kami, berilah kami pendingin mata dari isteri kami dan keturunan kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang taqwa.
(Q.S Al Furqaan: 74)

Mintalah Kepadaku

Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahuanhu dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau riwayatkan dari Rabbnya Azza Wajalla bahwa Dia berfirman: Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim. Wahai hambaku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian. Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni. Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepada-Ku. Wahai hambaku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa diantara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun . Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin diantara kalian, semuanya seperti orang yang paling durhaka diantara kalian, niscaya hal itu mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga. Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir semunya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan kebaikaan maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan selain (kebaikan) itu janganlah ada yang dicela kecuali dirinya. (Riwayat Muslim)

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث:

  1. Menegakkan keadilan diantara manusia serta haramnya kezaliman diantara mereka merupakan tujuan dari ajaran Islam yang paling penting.
  2. Wajib bagi setiap orang untuk memudahkan jalan petunjuk dan memintanya kepada Allah ta’ala.
  3. Semua makhluk sangat tergantung kepada Allah dalam mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan terhadap dirinya baik dalam perkara dunia maupun akhirat.
  4. Pentingnya istighfar dari perbuatan dosa dan sesungguhnya Allah ta’ala akan mengampuninya.
  5. Lemahnya makhluk dan ketidakmampuan mereka dalam mendatangkan kecelakaan dan kemanfaatan.
  6. Wajib bagi setiap mu’min untuk bersyukur kepada Allah ta’ala atas ni’mat-Nya dan taufiq-Nya.
  7. Sesungguhnya Allah ta’ala menghitung semua perbuatan seorang hamba dan membalasnya.
  8. Dalam hadits terdapat petunjuk untuk mengevaluasi diri (muhasabah) serta penyesalan atas dosa-dosa

Friday, November 18, 2005

Wanita Shalihah

Oleh : Chadijah Abdullatif Purba


Makna shalihah

Shalihah adalah kata sifat yang berarti baik. Dalam bahasa Arab imbuhan ta’ marbutah (ة) di akhir sebuah kata sifat menunjukkan bahwa sesuatu yang disifati tersebut adalah muannats (perempuan).

Wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari aneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah (godaan) bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri.

Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia "polos" tanpa make up sedikitpun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.

Keutamaan wanita shalihah

Kemuliaan dan keutamaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah SAW dalam sabdanya:

الدنيا متاع وخير متاع الدنيا المرأة الصالحة - رواه مسلم

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah” (HR. Muslim)

Begitu juga ketika Umar RA bertanya kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau menjawab:

ليتخذ أحدكم قلبا شاكرا ولسانا ذاكرا وزوجة مؤمنة تعين أحدكم على أمر الآخرة. رواه ابن ماجه

“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah (shalihah) yang akan menolongmu dalam perkara akhirat” (HR. Ibnu Majah)

Sifat-sifat wanita/istri shalihah

Allah SWT berfirman:

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ

“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (QS. An-Nisa: 34)

Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up-nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran.

Wanita shalihah sadar betul bahwa kemuliaannya bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah). Ia juga selalu menjaga akhlaknya, rasa malu, sehingga dengan demikian segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol

Wanita shalihah juga pintar dalam bergaul. Dengan pergaulan itu, ilmunya akan terus bertambah. Ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik dan akan berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain.

Anjuran dan kiat menjadi wanita shalihah

Islam melalui lisan Al Quran dan Al Hadits senantiasa menganjurkan wanita-wanita muslimah agar menjadi shalihah. Menjadi wanita shalihah adalah idaman setiap muslimah. Karena wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia, mengalahkan tumpukan emas, intan dan permata serta perhiasan dunia apapun juga, hanya wanita shalihahlah yang mampu melahirkan generasi rabbani (agamis) yang selalu siap memikul risalah Islamiyah (agama Islam) menuju puncak kejayaan.

Namun, menjadi wanita shalihah bukanlah perkara mudah. Oleh sebab itu ada beberapa kiat untuk menjadi wanita shalihah.

Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmu dari mereka. Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah SAW seperti Aisyah. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.

Banyak wanita bisa sukses namun tidak semua bisa shalihah. Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. Tidak akan rugi jika seorang remaja putri menjaga sikapnya saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, "Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman di sekelilingnya"

Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih. Selama ini, wanita hanya ditempatkan sebagai pelengkap saja, yaitu hanya mendukung dari belakang, tanpa peran tertentu yang serius. Wanita adalah tiang negara. Bayangkanlah, jika tiang penopang bangunan itu rapuh, maka sudah pasti bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah. Tidak akan ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa. Kita tinggal memilih, apakah akan menjadi tiang yang kuat atau tiang yang rapuh? Jika ingin menjadi tiang yang kuat, kaum wanita harus terus berusaha menjadi wanita shalihah dengan mencontoh pribadi istri-istri Rasulullah.

Bisa jadi wanita shalihah muncul dari sebab keturunan. Seorang anak yang baik akhlak dan tutur katanya, bisa jadi gambaran seorang ibu yang mendidiknya menjadi manusia berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitupun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi

Mulialah wanita shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga.

Subhanallah, teramat besar karunia Allah. Sungguh segala puji bagi Allah. Sudah semestinya kita berusaha menjadikan sosok seorang muslimah sebagai pribadi kita. Renungkanlah!. Apakah kita sudah termasuk seorang muslimah shalihah?

Sungguh, penulispun berharap bisa menjadi muslimah shalihah. Berniatlah karena Allah dan berusahalah untuk menjadi lebih baik. Teladani para istri Rasulullah. Jadikanlah ini sebagai amal yaumi (rutinitas harian) menuju keridhaan Allah SWT. Insya Allah, dengan demikian, predikat muslimah shalihah bisa direngkuh. Amin.
Nomor 13/Edisi IV/Th.I

Do'a

MASUK TOILET ATAU KAMAR MANDI

اللهم إنى اعوذبك من الخبث والخبائث


Allaahumma inni a’uudzu bika minal khubutsi wal khabaaits.

Ya Allah sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada Engkau dari gangguan syaitan laki-laki dan syetan perempuan.
(H.R Bukhori-Muslim

Friday, November 11, 2005

Mukjizat Angka Dalam Al Qur'an

Oleh : Med Hatta.


Angka adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bagaimana tidak, setiap manusia mempunyai 1 kepala, 2 tangan, 2 kaki, dan seterusnya. Namun hakikatnya, tidak sesederhana itu. Orang Mesir kuno pada mulanya tidak mengenal angka, karena mereka lebih memperhatikan lukisan daripada hitungan. Tulisan heroglipnya dipergunakan untuk menggambarkan sesuatu. Misalnya, seorang istri pergi, dilukiskan dengan seorang perempuan sedang berjalan, dan sakit dilukiskan dengan perempuan sedang tidur.

Ketika angka bilangan berkembang lukisanpun berulang. Saat ingin mengatakan saya datang dengan istri-istri saya 3 orang ia melukiskan seorang laki-laki berjalan dengan gaya membungkuk di ikuti 3 perempuan dengan paras jelek. Dan jika sedang berlibur bersama 3 orang kekasihnya, ia melukis laki-laki tidur bersandar pada 3 orang perempuan yang molek dan centil. Akan tetapi, masalah muncul kemudian apabila angka tersebut semakin membengkak, bagaimana seorang pedagang di Alexandaria misalnya memesan 5000 ekor ikan? sedangkan untuk menggambar 5000 ekor ikan tersebut sudah pasti akan mengkonsumsi semua kertas papirus yang ada di seluruh mesir.

Bangsa Irak yang terkenal pemalas memiliki ekspresi lain. Mereka menciptakan hurup bunyi. Misalnya, mereka menggambar 3 ekor ikan dengan menuliskan: "tiga ekor ikan", 1000 ekor ikan dengan "seribu ekor ikan". Menyusul bangsa Romawi memperkenalkan angka-angkanya yang khas dengan garis-garis horizontal: III artinya tiga, V artinya lima dan seterusnya. Namun angka-angka ini tidak luput dari kelemahan. Ia akan terbentur disaat berhadapan dengan proses hitung menghitung. Bagaimana membagi, menambah dan mengali?. Bagaimana menulis 20 orang wanita dengan seratus buah lidi-lidi romawi tadi?. Disini dibutuhkan angka pembantu.

Titik lemah ini ditutup oleh ilmuwan India dengan memperkenalkan telor sebagai indikasi angka nol. Sepuluh ribu orang India meninggal karena kelaparan menuliskan angka 1 dengan empat butir telor dibelakangnya = 10000.

Demikianlah ilustrasi tentang kronologi perkembangan angka berdasarkan masa periodiknya hingga yang kita kenal sekarang ini. Namun yang menarik untuk dikaji dari fenomena angka tersebut adanya penyebutan angka dalam al-Qur’an yang mengandung nilai kemuk’jizatan yang tidak kita dapatkan dalam kitab suci manapun.

Berikut ini penulis akan mengetengahkan beberapa contoh saja yang menggambarkan ketinggian informasi dan ilmu pengetahuan yang terkandung didalam al-Qur’an.

JC. Batler, guru besar di Colleg du France pada tahun 1982 mengemukakan penemuannya bahwa umur bumi ini diperkirakan mencapai 18 milyar tahun. Spektakulerkah ide ilmuwan perancis ini?. Tidak. Penemuan Batler ini ternyata telah dikemukakan oleh al-Quran 14 abad yang lalu.

Contoh pertama dalam al-Quran, Allah SWT berfirman:

«Sesungguhnya satu hari disisi Tuhanmu adalah laksana hitungan seribu tahun menurutmu» (Q.S :Al Hajj : 47).

Firman Allah SWT yang lain:

«Para malaikat dan Jibril naik menghadap Allah dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun» (Q.S :Al Ma'arij : 4).

Allah tidak menyebutkan kalimat «lima puluh ribu tahun menurut perhitunganmu» pada ayat yang kedua karena hari yang dimaksud pada ayat tersebut adalah menurut perhitungan Allah (1 hari = 1000 tahun). Dan hari dengan hitungan inilah yang diyakini sebagai umur bumi, wallahu'alam, dengan perhitungan sebagai berikut :

(50.000 x 30 = 18.250.000) hari (menurut perhitungan Tuhan), sedangkan sehari bagi Tuhan sama dengan 1000 tahun hitungan manusia sebagaimana dalam Q.S :Al Hajj : 47.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umur bumi semuanya adalah (50.000 x 30 = 18.250.000) hari Tuhan. Jikan angka ini dikalikan 1000 tahun (hari manusia) sama dengan (18.250.000.000) tahun manusia (baca: 18 milyar 250 juta tahun). Subhanallah…! Kalau hal ini menunjukkan suatu indikasi yang benar, maka penyebutan angka di dalam Al Qur'an sungguh merupakan mu'jizat yang sangat luar biasa.

Contoh kedua, Firman Allah yang berbunyi:

«dan mereka tinggal dalam goa mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun» (QS. Al Kahfi: 25).

Apakah rahasia dari kalimat "tiga ratus tahun ditambah sembilan tahun"? kenapa Allah tidak menyebutkan langsung bahwa mereka tinggal di dalam goa selama 309 tahun?. Ternyata dalam konteks ini, Al Qur'an menyingkap rahasia dua penanggalan yang lumrah di pakai oleh umat manusia sekaligus yaitu Hijriyah dan Masehi (baca: Penanggalan Islam dan Penanggalan umum). Jika dihitung dalam penanggalan Masehi, maka Ashabul Kahfi (penghuni goa) berdiam di goa selama 300 tahun, sementara kalau dihitung dalam penanggalan Hijriyah, maka mereka berdiam di sana selama 309 tahun. Masehi lebih dahulu di sebutkan dari Hijriyah karena penanganggalan Masehi lebih tua dari penanggalan Hijriyah. Penjelasannya:

  1. 300 tahun Masehi = 300 x 365,2422 hari = 109572,66 hari
  2. 300 tahun Hijriah = 300 x 354,36056 hari =106310,11 hari

Perbedaan jumlah hari keduanya adalah 3262,55 hari. Maka jumlah tahun bagi keduanya adalah sebagai berikut:


@ 3262,55 : 354,36056 = 9,20669 tahun Hijriah (9 tahun)
@ 3262,55 : 365,2422 = 8,93256 tahun Masehi (88,9 atau 9 tahun).

Disini jelas bahwa Allah ingin mengenalkan kepada manusia dua konsep penanggalan dan menyerahkan kepada manusia untuk memilih penanggalan yang menenteramkan jiwa, kendatipun penanggalan Hijriah lebih spesifik milik umat Islam. Rasulullah bersabda : « Janganlah senang meniru orang Yahudi ». Wallahu'aalambishawab….

* Di saring dari Scripsi Licence Penulis tentang "Fenomena Angka di dalam Al Qur'an Dan Indikasinya", Univ. Al Qarawuyin Fak. Usuluddin Tetouan, Juli, Thn. 1999

Nomor 12/Edisi IV/Th.I

Pintu Harapan

Dari Anas Radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, sesungguhnya Engkau berdoa kepada-Ku dan memohon kepada-Ku, maka akan aku ampuni engkau, Aku tidak peduli (berapapun banyaknya dan besarnya dosamu). Wahai anak Adam seandainya dosa-dosamu (sebanyak) awan di langit kemudian engkau minta ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni engkau. Wahai anak Adam sesungguhnya jika engkau datang kepadaku dengan kesalahan sepenuh bumi kemudian engkau menemuiku dengan tidak menyekutukan Aku sedikitpun maka akan Aku temui engkau dengan sepenuh itu pula ampunan “ (Riwayat Turmuzi dan dia berkata : haditsnya hasan shaheh).


Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث:

  1. Berdoa diperintahkan dan dijanjikan untuk dikabul-kan.
  2. Maaf Allah dan ampunannya lebih luas dan lebih besar dari dosa seorang hamba jika dia minta ampun dan bertaubat.
  3. Berbaik sangka kepada Allah ta’ala, Dialah semata Yang Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat dan istighfar.
  4. Tauhid adalah pokok ampunan dan sebab satu-satunya untuk meraihnya.
  5. Membuka pintu harapan bagi ahli maksiat untuk segera bertaubat dan menyesal betapapun banyak dosanya.

Do'a

MASUK MASJID

اللهم افتح لى ابواب رحمتك

Allahummaftah lii abwaaba rahmatik
Ya Allah bukalah untuku pintu-pintu rahmatmu ( H.R Muslim)

KELUAR DARI MASJID

اللهم انى اسألك من فضلك


Allahumma innii asaluka min fadlik
Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada Engkau dari rahmatMU (H.R Muslim).

Friday, November 04, 2005

Syawal

Oleh : M Amar Adly.


عن أبي أيوب الأنصاري أن رسول الله قال: من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر. رواه مسلم وأبو داود
"Barang siapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, berarti dia telah berpuasa satu tahun" (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud).

Syawwal adalah nama bulan kesepuluh dari nama-nama bulan dalam tahun Hijriyyah. Tanggal 1 Syawwal setiap tahunnya merupakan Hari Raya Idul Fitri karena pada hari itu kaum muslimin merayakan hari kemenangan mereka setelah satu bulan lamanya berpuasa menahan nafsu.

Disamping anjuran bermaaf-maafan dan bersilaturrahmi, pada bulan Syawwal kita juga dianjurkan untuk berpuasa sebanyak enam hari.

Landasan Puasa Syawal

Puasa Syawwal bisa kita lihat dari sabda Rasululluh SAW yang diriwayatkan Abu Ayyub al-Anshari RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

عن أبي أيوب الأنصاري أن رسول الله قال: من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر. رواه مسلم وأبو داود
"Barang siapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, berarti dia telah berpuasa satu tahun" (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud).

Hadits ini menjelaskan bahwa pahala orang yang berpuasa Ramadhan dan enam hari di bulan Syawwal sama pahala dengan puasa setahun. Hal itu karena satu pahala kebaikan nilainya sama dengan sepuluh kali kebaikan seperti yang ditegaskan oleh Allah SWT:

مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاء بِالسَّيِّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
"Barangsiapa melakukan perbuatan baik, akan memperoleh pahala sepuluh kali lipat, dan barangsiapa yang melakukan perbuatan jelek maka dia tidak diberi ganjaran melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya". (QS. Al-An' am:160).

Jika satu kebaikan dihitung sepuluh pahala, berarti puasa Ramadhan selama satu bulan dihitung sepuluh bulan. Dan puasa enam hari di bulan Syawwal dihitung 60 hari atau dua bulan. Jadi total jumlahnya adalah satu tahun.

Hukum Puasa Syawal

Puasa Syawal hukumnya sunnah menurut madzhab Syafi’i, Hanafi dan Hanbali, sedangkan mazhab Maliki menghukumi makruh puasa tersebut. Karena ditakutkan adanya keyakinan dan anggapan bahwa puasa enam hari di bulan Syawwal masuk puasa Ramadhan sehingga menjadi wajib hukumnya, apalagi jika dilakukan pada tanggal satu Syawwal . Namun apabila tidak ada kekhawatiran seperti alasan di atas, maka disunnahkan puasa enam hari dalam rangka berlomba-lomba untuk memperbanyak pahala.

Puasa Syawwal bisa dimulai setelah Hari Raya yaitu hari kedua bulan Syawwal sebab puasa pada hari raya hukumnya haram. Puasa Syawwal juga boleh dilakukan di pertengahan atau di akhir bulan Syawwal dan tidak harus berturut-turut enam hari, tapi apabila dilaksanakan secara berturut, lebih baik (afdhal) menurut madzhab Syafi’i, dan Hanbali.

Lain halnya dengan mazhab Hanafi mereka berpendapat lebih afdhal jika dilakukan dua hari dalam seminggu (Senin dan Kamis) selama bulan Syawwal. Sementara mazhab Maliki bukan hanya berpendapat puasa Syawwal lebih afdhal jika dilakukan secara berselang-seling, akan tetapi menghukumi makruh jika dilakukan secara berurutan .

Apabila seseorang {khususnya wanita} ingin berpuasa enam hari di bulan Syawwal dan berpuasa qadha’ (ganti) sebaiknya lebih mendahulukan puasa Syawwal karena mengingat waktunya sangat singkat yaitu bulan Syawwal saja, sementara puasa qadha’ (ganti), bisa dilakukan kapan saja sampai sebelum datangnya bulan Ramadhan tahun berikutnya. Oleh sebab itu ketika Ummul Mukminin Aisyah RA berpuasa qadha’ (ganti) di bulan Sya’ban, Rasulullah SAW tidak menyalahkan sehingga menjadi sunnah taqririyyah.

Namun bagi yang ingin menggabungkan antara puasa qadha’ (ganti) dan puasa enam hari, cukup berniat puasa qadha’ (ganti) dibulan Syawwal, insya Allah ia akan mendapatkan dua ganjaran sekaligus, dengan syarat mendahulukan niat puasa qadha’ (ganti) karena puasa qadha’ (ganti) adalah wajib sedang puasa enam sunah hukumnya.

Hal tersebut disebabkan ia telah mencapai maksud anjuran Rasulullah SAW agar berpuasa di bulan Syawwal. Sama halnya dengan shalat tahiyyatul masjid, apabila seseorang memasuki masjid dan terus melakukan shalat fardhu berjemaah, maka ia akan mendapatkan ganjaran dua pahala yaitu pahala shalat fardhu dan pahala shalat tahiyyatul masjid, karena maksud daripada shalat tahiyyatul masjid sudah terpenuhi yaitu menghormati masjid dengan melaksanakan shalat ketika memasuki masjid sebelum duduk.

Hikmah puasa Syawal

Ada beberapa hikmah di balik anjuran berpuasa enam hari di bulan Syawwal diantaranya adalah:

Puasa enam di bulan Syawwal bisa dijadikan sebagai pengganti atau penyempurna puasa Ramadhan yang dikhawatirkan ada yang tidak sah atau kurang sempurna.

Selain dari itu, sebagai hamba Allah SWT, alangkah baiknya seandainya amalan puasa yang diwajibkan kepada kita di bulan Ramadhan ini, kita teruskan juga di bulan Syawwal walaupun hanya sekedar enam hari. Hal ini menunjukkan bahwa seolah-olah kita tidak melakukan ibadah puasa semata-mata karena suatu kewajiban, akan tetapi karena kita merasa sebagai hamba yang bersunguh-sungguh untuk taqarrub {mendekatkan diri} kepada Allah.

Ditinjau dari sudut kesehatan puasa enam hari di bulan Syawwal bertujuan untuk menjaga agar perut kita tidak kaget dan lepas kontrol makan dan minum, hal itu disebabkan puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan menyebabkan sistem percernaam di dalam tubuh kita istirahat total di waktu siang, kedatangan bulan Syawwal menyebabkan seolah-olah ia mengalami kejutan dengan diberikan tugas mencerna berbagai macam hidangan hari raya. Oleh kerena itulah, puasa enam ini memberi ruang kembali kepada sistem pencernaan tubuh kita untuk beristirahat dan bertugas secara berangsur-angsur untuk kesehatan jasmani manusia itu sendiri.

Mari sama-sama kita berpuasa enam hari di bulan Syawwal sebagaimana yang dianjurkan oleh Baginda Rasulullah SAW. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Amin.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawwal 1426H. Mohon Maaf Lahir Dan Batin Semoga Allah menerima shiyam dan qiyam kita, (amiiiiiin)
Nomor 11/Edisi IV/Th.I

Do'a

DO’A MEMAKAI PAKAIAN BARU

الحمد لله الذى كسانى هذا ورزقنيه من غير حول منى ولا قوة


Al Mamdu lillaahilladzii kasaanii haadzaa wa razaqaniihi min ghairi haulin minnii walaa quwwah.

Segala puji bagi Allah yang telah memberi pakaian kepadaku dan merizkikannya kepadaku tanpa daya tanpa kekuatan dari padaku.
( Dari Mu’adz bin Anas).

Friday, October 28, 2005

Menyingkap Makna Lailatul Qodar

Oleh : Abdul Somad Batubara.


“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar”.
(QS. Al Qadr: 1-5).

Pengertian Lailat Al Qadar

Lailat Al Qadar merupakan gabungan dari dua kata, kata lailatu dan kata Al Qadar, kata lailatu berarti malam, sedangkan Al Qadar berarti kemuliaan. Dalam memberikan makna Lailat Al Qadar, terdapat beberapa pendapat ulama beserta argumentasinya.

Pertama: Lailat Al Qadar berarti malam kemuliaan dan keutamaan (Lailat Asy Syaraf wa Al Fadhl). Disebut dengan malam kemuliaan dan keutamaan, karena pada malam itu diturunkan kitab suci Al Qur’an. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam kemuliaan”. (QS. Al Qadar, 1).

Asy Sya’bi menafsirkan ayat di atas dengan, “Kami memulai proses penurunan Al Qur’an pada malam Lailatulqadar”. Al Qur’an diturunkan dalam bentuk satu edisi sempurna pada malam Lailat Al Qadar dari Lauh Al Mahfuzh ke langit dunia, kemudian setelah itu diturunkan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur sesuai dengan berbagai peristiwa selama dua puluh tiga tahun.

Lafaz “Wa ma adraka” yang terdapat pada ayat kedua surat Al Qadar menunjukkan bahwa malam Al Qadar merupakan malam yang penuh berkah dan keagungan. sesuai dengan firman Allah SWT: “Ha Mim. Demi kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi”. (QS. Ad-Dukhan: 1-3).
Dari 10 lafaz “Wa ma adraka” yang terdapat dalam Al Qur’an, semuanya menunjukkan hal-hal yang agung.

Kedua: Lailat Al Qadar berarti malam perencanaan dan penetapan (Lailatu At Tadbir wa At Taqdir). Disebut demikian karena pada malam itu ditetapkan segala rencana yang akan terjadi untuk satu tahun mendatang, seperti rezeki, untung baik dan buruk, hidup dan mati, turunnya hujan, bahkan seseorang yang akan berangkat haji pun dituliskan pada malam itu, semuanya dituliskan di Lauh al Mahfuzh. Ini sesuai dengan firman Allah SWT:“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”. (QS. Ad-Dukhan: 4). Kata “Kullu amrin hakim” (Segala urusan yang penuh hikmah) ditafsirkan dengan segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti hidup, mati, rezeki, untung baik dan untung buruk.

Ketiga: Lailat Al Qadar disebut juga dengan malam yang sempit, karena pada malam itu bumi dipenuhi oleh para malaikat. Sesuai dengan firman Allah SWT: “Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan”. (QS. Al Qadar: 5).

Makna 1000 Bulan

Terdapat beberapa pendapat ulama seputar makna ayat : “Malam kemuliaan itu lebih baik dari 1000 bulan”. (QS. Al Qadar: 2).

Pertama: makna 1000 bulan dipahami sesuai dengan teks, yaitu benar-benar 1000 bulan. Pendapat ini berdasarkan sebuah hadis yang menyebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW menyebutkan kisah empat orang Bani Israil –Ayyub, Zakariya, Hezkiel dan Yosua bin Nun- yang menyembah Allah SWT selama 80 tahun, tidak pernah sekedip matapun mereka berbuat maksiat kepada Allah SWT. Lantas para sahabat Rasulullah SAW merasa kagum dengan kisah tersebut. Kemudian Malaikat Jibril datang dan berkata, “Wahai Muhammad, ummatmu kagum dengan mereka yang menyembah Allah SWT selama 80 tahun, sedangkan Allah SWT telah menurunkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari itu”, kemudian Malaikat Jibril membaca surat Al Qadar dan berkata, “Ini lebih mengagumkan bagi engkau dan ummatmu”. Hal itu membuat Rasulullah SAW merasa bahagia.

Argumentasi lain yang mendukungi pendapat ini, pada umat-umat terdahulu, seseorang baru akan dikatakan sebagai seorang ‘Abid (ahli ibada) bila ia telah menyembah dan berbakti kepada Allah SWT selama 1000 tahun. Karena usia umat Nabi Muhammad SAW yang relatif singkat, maka Allah SWT memberikan keutamaan ibadah 1000 tahun tersebut.

Kedua: nilai 1000 adalah sebuah kiasan yang berarti banyak. Jumlah bilangan 1000 selalu digunakan bangsa Arab masa lalu untuk menunjukkan sesuatu yang banyak, seperti yang terdapat dalam ayat: “Salah seorang di antara mereka ingin agar usianya dipanjangkan hingga 1000 tahun”. (QS. Al Baqarah: 96).


Tanda-tanda Lailat Al Qadar

Terdapat beberapa hadis yang menjelaskan tanda-tanda Lailat Al Qadar, di antaranya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al Baihaqi dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit: “Di antara tanda Lailat Al Qadar, suatu malam yang cerah, bersih, tenang, tidak panas dan tidak pula dingin, seakan-akan terdapat bulan yang bersinar, tidak satu bintangpun terbit hingga subuh”.

Terdapat juga beberapa hadis seirama, disebutkan Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, walaupun hadis-hadis tersebut tidak sampai ke derajat hadis shahih: “Sesunggunya tanda Lailat Al Qadar adalah, suatu malam yang bersih, cerah, seakan-akan terdapat bulan purnama yang bersinar, malam yang tenang dan teduh, tidak dingin dan tidak pula panas, bintang-bintang tidak terbit muncul hingga subuh”.

Dalam hadis lain disebutkan: “Tanda Lailat Al Qadar, matahari terbit di pagi harinya dalam keadaan normal, tidak terdapat cahaya padanya, seperti bulan di malam purnama, syetan tidak diperkenankan keluar pada malam itu”.

Imam Ibnu Katsir memberikan komentar terhadap dua hadis di atas, meskipun keduanya hadis hasan ditinjau dari sanadnya, akan tetapi pada matan (teks)nya terhadap gharabah (keanehan) dan sebagian lafaznya terdapat nakarah (sesuatu yang diingkari).

Terdapat juga sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud Ath-Thayalisi yang beliau riwayatkan dari Zam’ah dari Salamah bin Wahram dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah SAW bersabda tentang Lailat Al Qadar: “Suatu malam yang teduh dan cerah, tidak panas dan tidak pula dingin, pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya lemah memerah”.

Waktu Terjadinya Lailatulqadar.

Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat ulama:

Pertama: Lailat Al Qadar terjadi pada malam-malam ganjil di bulan Ramadhan.

Kedua: Abdullah bin Az-Zubair berpendapat bahwa Lailat Al Qadar terjadi pada malam 17 Ramadhan, berdasarkan ayat: “…dan apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan”. (QS. Al Anfal: 41).

Al Furqan adalah pemisah antara yang hak dan yang batil. Hari jelasnya kemenangan orang-orang Islam dan kekalahan orang-orang kafir. Hari bertemunya dua pasukan besar di perang Badar pada hari Jumat tanggal 17 Ramadhan tahun ke II Hijrah.

Ketiga: Lailat Al Qadar jatuh pada malam-malam 10 terakhir Ramadhan, berdasarkan hadis: “Ziyad bercerita kepadaku dari Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: ‘Carilah Lailatulqadar pada malam-malam 10 terakhir Ramadhan”.

Keempat: Lailat Al Qadar terjadi pada malam 27 Ramadhan, berdasarkan beberapa hadis yang mengisyaratkan hal itu.

Demikianlah beberapa pendapat ulama seputar masalah waktu terjadinya Lailat Al Qadar, bila diteliti lebih rinci, semuanya berjumlah 13 pendapat sebagaimana yang disebutkan Imam Ibnu Al ‘Araby dalam Ahkam Al Qur’an.

Rahasinya Tersembunyinya Lailat Al Qadar.
Ibnu Mas’ud pernah ditanya tentang waktu terjadinya Lailat Al Qadar, beliau menjawab: “Siapa yang melaksanakan Qiyamullail selama setahun, maka ia pasti mendapatkan Lailatulqadar”. Inti dari jawaban Ibnu Mas’ud di atas agar manusia giat melaksanakan ibadah, khususnya Qiyamullail.

Di balik tersembunyinya sesuatu terdapat banyak hikmah yang amat besar. Allah SWT menyembunyikan ridha-nya, agar manusia lebih berusaha mencapai ketaatan. Allah SWT menyembunyikan murka-Nya, agar manusia berusaha menghindari segala larangan-Nya. Allah SWT menyembunyikan para wali-Nya, agar manusia memuliakan semua ulama. Allah SWT menyembunyikan terkabulnya doa, agar manusia terus berusaha mencapai doa yang mustajab. Allah SWT menyembunyikan nama-Nya yang teragung, agar manusia mengagungkan semua Asma’ Al Husna. Allah SWT menyembunyikan makna Shalat Wushtha, agar manusia menjaga waktu-waktu shalat. Allah SWT menyembunyikan diterimanya taubat, agar manusia terus berusaha menggapai taubat Nashuha. Disembunyikan waktu ajal tiba, agar manusia takut dan beramal shaleh. Maka demikian juga, disembunyikan Lailatulqadar, agar umat Islam berusaha mencarinya dengan menghidupkan malam-malam Ramadhan.

Ketika umat Islam berbondong-bondong melaksanakan ibadah dan Qiyamullail demi mencari sesuatu yang tidak dijelaskan Allah SWT waktu terjadinya, maka ketika itu Allah SWT membanggakan manusia di hadapan para malaikat, “Wahai para malaikat, dulu kamu mengatakan bahwa mereka akan berbuat kerusakan di muka bumi dan akan saling menumpahkan darah. Lihatlah kesungguhan mereka mencari sesuatu yang belum Aku jelaskan. Lantas bagaimanakah kesungguhan mereka andai Lailatulqadar itu Aku jelaskan waktu terjadinya?”.


Penutup

Jika ada tiga puluh kertas undian, satu di antaranya berisi tiket sepak bola piala dunia. Maka secara kasar para pembeli dapat digolongkan menjadi tiga kelompok: Pertama: kelompok pesimis, bagi mereka tidak ada gunanya membeli satu lembar kertas undianpun, karena tidak pasti pada lembaran mana tiket itu berada. Kedua: kelompok oportunis, mereka berusaha mencari di lembaran mana kira-kira tiket itu berada. Ketiga: kelompok optimis, mereka membeli ketigapuluh lembar undian, karena merasa yakin bahwa tiket piala dunia pasti terdapat dalam salah satu lembaran undian tersebut.

Di kelompok manakah kita berada? Jawaban tergantung pada sebesar apa keinginan kita untuk menyaksikan kesebelasan unggulan.
Wallahua'lam bisshawab\
Nomor 10/Edisi III/Th.I

Do'a

KETIKA MEMBERIKAN ZAKAT

ربنا تقبل منا انك انت السميع العليم

"Robbanaa taqabal minnaa 'innaka antas samii'ul 'aliim".

Wahai Tuhan kami terimalah zakat kami, sesungguhnya Engkau, Engkaulah dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.

Friday, October 14, 2005

Kasih Sayang

Oleh : Asep Sutisna

Rasulullah SAW bersabda :
‏رب صائم ليس له من صيامه إلا الجوع ورب قائم ليس له من قيامه إلا السهر - أخرجه ابن ماجه

Banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan dari puasanya kecuali lapar dan dahaga saja; Dan banyak orang yang shalat malam tidak mendapatkan dari shalat malamnya kecuali capek dan ngantuk saja. (HR. Ibnu Majah)

Tidak seperti bulan-bulan lainnya, Ramadhan dikenal memiliki bagian-bagian waktu yang disebutkan dalam hadits Rasulullah bahwa pertamanya Rahmah, pertengahannya Maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Periodesasi seperti itu antara lain dimaksudkan untuk menarik perhatian kita terhadap keistimewaan hari-hari di bulan suci Ramadhan yang bukan sekedar 30 hari saja, melainkan 3 kali 10 hari sarana untuk mencapai derajat ketaqwaan.

Hari ini, Alhamdulillah, 10 hari pertama telah kita lewati. Hari-hari yang penuh rahmat telah berlalu. Tanpa kita sadari, kita telah bisa menahan diri dari makan, minum, berkumpul dengan istri dan hal-hal negatif lainnya selama 130 jam. Pada malam hari kita telah bersembahyang sekurang-kurangnya 110 rakaat Tarawih dan witir. Bagi yang menghabiskan satu hari satu juz membaca Al Quran, tentu hari ini sudah selesai sepuluh juz. Itulah rahmat Allah yang diturunkannya di sepuluh hari pertama Ramadhan.

Manusia adalah bagian dari penciptaan alam semesta. Jika suatu ketika Allah mengasihi langit dan bumi, maka ketika bulan puasa tiba, Allah mengasihi kita yang berpuasa. Begitu besar cintaNya kepada kita, di bulan suci ini Allah membuka pintu-pintu surga, menutup pintu-pintu neraka dan membelenggu setan yang suka menggoda niat baik kita. Dari Abu Hurairah RA: Adalah Rasulullah SAW memberi khabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa'." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)

Sebelas hari yang lalu, ketika kita sedang menunggu keputusan Kementrian Agama tentang penetapan dimulainya satu Ramadhan, yang terbayang oleh kita adalah beratnya kewajiban berpuasa sebulan penuh ditambah harus bangun dini hari untuk sahur, malamnya sembahyang tarawih dan lain sebagainya seolah Ramadhan ini sangat memberatkan. Dengan rahmat Allah, hari ini kita sudah merasakan segalanya menjadi mudah. Hati penuh dengan keindahan. Detak-detik diamnya kita terasa penuh pahala. Pada siang hari, hidup terasa lebih ringan. Ketika tiba waktu berbuka, kita seperti lupa bahwa kita telah berpuasa karena terasa begitu cepatnya. Allah telah memperpendek waktu dan mempercepat pahala. Itu semua untuk kita.

Setelah 10 hari itu berlalu, apakah hujan kasih sayang Allah itu akan berhenti? Sepertinya disela-sela manjaan kasih sayang Allah selama 10 hari itu, sebagai bahan evaluasi, kita juga harus sudah mempersiapkan sepuluh pertanyaan untuk kita atau paling tidak satu pertanyaan yang mendasar yaitu, sudahkah kita bisa mengamalkan kasih sayang kita kepada sesama sebagai pengejewantahan dari Rahmatan lil aalamiin (kasih sayang untuk semua alam)?. Mungkin jawabannya hanya akan keluar dari mereka-mereka yang telah mendapatkan rahmat (kasih sayang) Allah selama sepuluh hari ini. Walaupun sepuluh hari hujan kasih sayang sudah berhenti namun percikan-percikan air dari langkah orang yang telah mendapatkan kasih sayang itu akan penuh dengan kasih sayang kepada sesama.

Muhammad Husein Haekal menggarisbawahi bahwa selain untuk beribadah, orang puasa juga berkewajiban untuk memperkuat arti persaudaraan dan persamaan dihadapan Allah. Ini sungguh merupakan latihan rohani yang luar biasa. Semua orang, selama berpuasa sejak fajar hingga maghrib, telah melaksanakan persamaan diantara mereka sendiri. Dengan demikian, mereka merasakan adanya satu persamaan yang mengurangi rasa kelebihan mereka dalam mengecap kenikmatan rizki yang diberikan Allah kepadanya.

Karena itulah, melalui puasa, cinta kasih kita kepada sesama umat manusia akan lebih besar lagi. Akibatnya akan terjadi saling tolong menolong antara yang kuat dan yang lemah, yang kaya mengulurkan tangan kepada yang miskin baik dalam bentuk zakat, infaq maupun sedekah.

Akhirnya tentu kita tidak mau 10 hari puasa yang telah kita lewati hanya menjadi lelahnya saja, amalan ibadah kita hanya menjadi sia-sia saja. Bagi mereka yang merasa belum optimal selama 10 hari ini, perbanyaklah ber-istighfar memohon ampun kepada Allah, karena sepuluh hari pertengahan ke depan adalah hari-hari yang penuh dengan pengampunan Allah. Marilah kita berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan dengan jalan yang baik. Semoga sifat maha pengasihnya Allah bisa tercermin dalam perbuatan kita yaitu dengan saling menebar kasih sayang kepada sesama. Wallahua'lam bisshawab…

Nomor 08/Edisi III/Th.I


Renungan

Rasulullah SAW bersabda kepada menantunya, Ali r.a." Wahai 'Ali, setiap sesuatu pasti ada penyakitnya. Penyakit bicara adalah bohong, penyakit ilmu adalah lupa, penyakit ibadah adalah riya', penyakit akhlaq mulia adalah kagum kepada diri sendiri, penyakit berani adalah menyerang, penyakit dermawan adalah mengungkap pemberian, penyakit tampan adalah sombong, penyakit bangsawan adalah membanggakan diri, penyakit malu adalah lemah, penyakit mulia adalah menyombongkan diri, penyakit kaya adalah kikir, penyakit royal adalah hidup mewah, dan penyakit agama adalah nafsu yang diperturutkan....

Ketika berwasiat kepada 'Ali bin Abi Thalib r.a. Rasulullah SAW bersabda : Wahai 'Ali, orang yang riya' itu punya tiga ciri, yaitu : rajin beribadah ketika dilihat orang, malas ketika sendirian dan ingin mendapat pujian dalam segala perkara.Wahai 'Ali, jika engkau dipuji orang, maka berdo'alah : "Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik daripada yang dikatakannya, ampunilah dosa-dosaku yang tersembunyi darinya, dan janganlah kata-2nya mengakibatkan siksaan bagiku..."
Ketika ditanya bagaimana cara mengobati hati yang sedang resah dan gundah gulana, Ibnu Mas'ud r.a berkata :
" Dengarkanlah bacaan Al-Qur'an atau datanglah ke majelis-majelis dzikir atau pergilah ke tempat yang sunyi untuk berkhalwat dengan Allah SWT.Jika belum terobati juga, maka mintalah kepada Allah SWT hati yang lain, karena sesungguhnya hati yang kamu pakai bukan lagi hatimu..."

Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “.(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Do'a

BILA BERBUKA DITEMPAT ORANG LAIN UCAPKANLAH:

افطر عندكم الصائمون، واكل طعامكم الابرار وصلت عليكم الملائكة


" Afthara 'indakumushshaa-imuun, wa akala tha'amakumul abraar, wa shallat 'alaikumul malaa-ikah".

Berbuka ditempatmu orang-orang yang berpuasa, dan orang-orang baik makan makananmu, dan malaikat memberi rahmat atasmu.
(H.R Ibnu Majah )

Friday, October 07, 2005

Bubur Harira

By: Med Hatta
Bulan suci Ramadhan di Maroko tepatnya ketika hendak berbuka Puasa rasanya kurang pas kalau tidak ada bubur harira, makanan khas Suku Berber yang terkenal sejak 60 tahun lalu itu kini telah menjadi hidangan wajib buka puasa untuk sebagian besar rakyat maroko.

Dan Buletin Sayyidul ayyam dengan edisi Spesial Ramadhan ini ingin rasanya mengurangi ketidak pasan itu dengan berbagi resep cepat saji Bubur Harirah kepada pembaca, semoga bermanfaat.

Bahan:
250gr Ayam / Daging ( iris kecil-kecil )
250gr Kacang Hummus ‘‘Outmeal’’(direndam terlebih dahulu)
3 buah Bawang Bombay ( diiris kecil-kecil)
5 buah Tomat (dikupas kulitnya dan diiris)
100gr Mie (makaroni/ Syairiyah)
100gr Rabie ’’ Seledri, kasbur -daun Jinten- ’’ (dipotong kecil-kecil)
5 sd Makan Tepung Terigu (diencerkan dengan sedikit air hangat)
1 butir telor (dikocok terlebih dahulu)
2.1/2 lt Air

Bumbu:
1 sd teh tepung Paprika
1/2 sd teh kunyit
1 sd makan pasta tomat
Garam dan penyedap rasa secukupnya

Cara memasak:
Rebus terlebih dahulu potongan Ayam/daging, kacang hummus, irisan bawang, irisan tomat dan Rabie, tunggu sampai empuk daging dan kacangnya, kemudian masukan mie syairiyah dan bumbu, aduk sampai merata, diamkan sejenak, kemudian masukan tepung terigu dan telor. Aduk terus sampai matang telornya. Harira siap dihidangkan.
Selamat Menikmati Hidangan Buka Puasa ala Maroko....

Friday, September 30, 2005

Seimbang

Oleh : Syariful Hidayat

و كذلك جعلناكم أمة و سطا لتكونوا شهداء على الناس... البقرة 143
والذين إذا أنفقوا لم يسرفوا و لم يقتروا و كان بين ذلك قواما. الفرقان 67

"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia…" (al-Baqarah, 143).

"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian". (al-Furqan, 67).

Seimbang dalam bahasa Indonesia ialah kata yang mempunyai arti positif yang sinonim dengan kata "sedang" dan "tengah-tengah". Saking banyaknya arti positif, kata seimbang membentuk kata benda baru yaitu kata "timbangan" yang berarti "alat yang dapat mengukur berat dan ringannya sebuah benda".

Sinonim kata "seimbang" yang relevan digunakan dalam bahasa pergaulan ialah sedang atau tengah-tengah sebagai kata yang menengahi dua lawan kata (pendek-tinggi, besar-kecil, banyak-sedikit). Jawaban "sedang-sedang saja" akan keluar dari seseorang ketika pertanyaan banyak atau sedikit dilontarkan. Sebagaimana jawaban "tengah-tengah" akan keluar bilamana "pendek-tinggi" menjadi pertanyaan.

Dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara, keseimbangan ialah tindakan yang mesti terus dikembangkan, karena banyak petunjuk yang membuktikan pentingnya hidup seimbang.

Dalam hubungan manusia dengan sesama dan dengan Tuhannya, keseimbangan perlu terus dijaga dan diperhatikan.

Memang, dengan latar belakang yang berbeda, manusia hidup di muka bumi ini dengan banyak cara. Ada di antara mereka yang hanya mementingkan kehidupan akhirat tanpa memikirkan kehidupan dunia. Ada pula di antara mereka yang lebih mementingkan kehidupan dunia ketimbang kehidupan akhirat. Kita tahu bahwa setiap arah hidup yang menjadi prinsip dasar kehidupan manusia itu dibarengi dengan dalil dan referensinya masing-masing.

Maka tak heran jika kita acapkali mendengar istilah zuhud, sebuah istilah yang mewakili kelompok pertama (kelompok yang mementingkan kehidupan akhirat). Mereka memandang bahwa hidup di dunia itu hanya sementara dan kehidupan abadi adalah kehidupan setelah sirnanya dunia. Sebagaimana kita juga melihat arah hidup sebagian manusia yang beranggapan bahwa hidup di dunia hanya sekali, jika tidak dinikmati, maka akan merugi.

Dalam hal ini, Islam hadir sebagai wasit (kata ini berasal dari Bahasa Arab wasath yang berarti tengah), yaitu penengah atau penyelesai masalah umat manusia. Islam hadir dalam setiap halaman ajarannya selaras dengan arah perkembangan zaman. Karena Islam memang dihidangkan untuk umat sekalian alam.

Salah satu pandangan yang selaras dengan keseimbangan hidup dunia-akhirat diwakili oleh kata bijak Sayyidina Ali : "Bekerjalah untuk duniawimu seakan kamu hidup selamanya. Dan bekerjalah utuk akhiratmu seakan esok adalah hari akhirmu".

Artinya, usaha keras mencari nafkah adalah suatu kewajiban sebagaimana wajibnya usaha keras mencari kebahagiaan abadi di akhirat nanti dengan menjalani rutinitas Syarat Islam dan mensyukurinya. Allah SWT berfirman : "sesungguhnya, jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungghuhnya adzab-ku sangat pedih". (Ibrahim 7).

Selain itu, keseimbangan juga sepatutnya kita jalankan pada cara kita memakan rezki yang telah Allah berikan dengan adab dan dengan kadar yang tidak berlebihan. Allah SWT berfirman : "Makan dan minumlah dan jangan melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas". (al-A'raf, 31).

Dalam pergaulan antar manusia, selayaknya hubungan dijalin dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang sebagaimana kita mencintai dan menyayangi diri kita sendiri. Rasulullah SAW bersabda: "Cintailah Saudaramu seperti engkau mencintai dirimu".

Dalam hal ini, Imam Syafi'i memberikan pandangan tentang pergaulan sesama manusia yang tidak melampaui batas, dengan pepatahnya, "Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, barangkali suatu saat ia akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu sekedarnya saja, barangkali suatu saat ia menjadi kekasihmu".

Hidup penuh keseimbangan adalah salah satu kriteria hidup ideal. Bersamanya kita dapat menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana doa yang terus kita kumandangkan usai shalat :


رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنيَا حَسَنَة وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَة و قنا عذاب النار

"Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat dan jauhkanlah kami dari siksa neraka".
Nomor 06/Edisi II/Th.I

Siapa Yang Paling Menakjubkan Imannya?

Suatu malam, menjelang waktu subuh, Rasulullah SAW bermaksud untuk wudhu."Apakah ada air untuk wudhu?" beliau bertanya kepada para sahabatnya.Ternyata tak ada seorang pun yang memiliki air. Yang ada hanyalah kantong kulit yang dibawahnya masih tersisa tetesan-tetesan air. Kantong itu pun dibawa ke hadapan Rasulullah. Beliau lalu memasukkan jari jemarinya yang mulia ke dalam kantong itu. Ketika Rasulullah mengeluarkan tangannya, terpancarlah dengan deras air dari sela-sela jarinya. Para sahabat lalu segera berwudhu dengan air suci itu. Abdullah bin Mas'du bahkan meminum air itu. Usai salat subuh, Rasulullah duduk menghadapi para sahabatnya. Beliau bertanya, "Tahukah kalian, siapa yang paling menakjubkan imannya?"Para sahabat menjawab, "Para malaikat.""Bagaimana para malaikat tidak beriman," ucap Rasulullah, "Mereka adalah pelaksana-pelaksana perintah Allah. Pekerjaan mereka adalah melaksanakan amanah-Nya.""Kalau begitu, para Nabi, ya Rasulullah," berkata para sahabat."Bagaimana para nabi tidak beriman; mereka menerima wahyu dari Allah," jawab Rasulullah."Kalau begitu, kami; para sahabatmu," kata para sahabat."Bagaimana kalian tidak beriman; kalian baru saja menyaksikan apa yang kalian saksikan," Rasulullah merujuk kepada mukjizat yang baru saja terjadi."Lalu, siapa yang paling menakjubkan imannya itu, ya Rasulullah?" para sahabat bertanya.Rasulullah menjawab, "Mereka adalah kaum yang datang sesudahku. Mereka tidak pernah berjumpa denganku; tidak pernah melihatku. Tapi ketika mereka menemukan Al-Kitab terbuka di hadapan, mereka lalu mencintaiku dengan kecintaan yang luar biasa, sehingga sekiranya mereka harus mengorbankan seluruh hartanya agar bisa berjumpa denganku, mereka akan menjual seluruh hartanya."
* * *
Hadis di atas dimuat dalam Tafsir Al-Dûr Al-Mantsûr, karya mufasir Jalaluddin Al-Syuyuti. Mudah-mudahan kita semua termasuk dalam kelompok ini, Amin.

Do'a

Syukurilah Ni'matmu dengan Do'a

"Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu-bapakku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai, serta masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih."
(QS. Al-Naml: 19).

Friday, September 23, 2005

Setia

Oleh : Nasrullah Afandi

إن الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا تتنزل عليهم الملائكة ألا تخافوا و لا تحزنوا و أبشروا بالجنة التى كنتم توعدون.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fushshilat, 30).

Setia adalah fenomena yang sangat wajar dan manusiawi untuk diterapkan dalam kehidupan. Ia menjadi hal penting yang mengistimewakan masyarakat berpendidikan.

Dalam masyarakat kita, kata “setia” oleh khalayak hanya diidentikkan dengan fenomena cinta-asmara, seperti setia pada sang suami, pacar dan sejenisnya. Namun sebenarnya makna dan ruang lingkup setia jauh lebih luas dari itu.

Setia merupakan salah satu modal sukses dalam berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari kehidupan dunia yang kita alami sekarang sampai alam akhirat yang akan kita jalani nanti.

Ia adalah sifat yang identik dengan "dipercaya" atau yang dalam bahasa Arabnya disebut amanah. Amanah sendiri merupakan salah satu sifat wajib para nabi dan rasul.

Jika pasangan suami-istri berjalan tanpa ada kesetiaan, maka pertengkaran dan percerain adalah salah satu resikonya.

Jika seorang pemimpin tidak setia pada warganya, maka kezaliman yang dilakukannya dan akan sangat mungkin mengakibatkan kekacauan oleh sebab tindakan-tindakan anarkis. Namun jika ia menerapkan kesetiaan, maka yang terjadi adalah kebalikannya.

***
Sejarah mencatat betapa sadisnya Raja Fir'aun menyiksa wanita Masyithah. Tidak saja beliau sendiri, tetapi juga anak-anaknya yang di hadapan matanya diceburkan ke dalam air mendidih yang bergolak dan dijadikan alat penyiksakan untuk menambah derita Masyithah. Namun wanita shalihah itu tetap setia pada Tuhannya, Allah SWT.

Karenanya, bila sekarang ada fenomena yang menggelikan namun nyata --banyak orang yang hanya beberapa hari terlambat makan, lantas menukar imannya dengan mie instant dan susu--, maka itu menunjukkan fakta betapa dominan sifat khianat atau tidak setia terhadap Tuhan.

Dalam konteks asmara, kita membaca kisah cinta Lady Diana. Ia memburu pemuda asal Mesir yang bernama Imad Al Fayed yang akrab disapa Dody al Fayed. Faktor utamanya adalah karena Pangeran Charles yang telah "mengalir" pada urat nadi sang putri tidak setia padanya dan jatuh ke dalam pelukan mesra Camilla Parker.

Tumbangnya kekuasan Tunggul Ametung terjadi tidak lain karena Sang Permaisuri Putri Purwa selingkuh dengan Ken Arok dan berkoalisi untuk menumbangkan tahta Tunggul Ametung.

Masih banyak lagi contoh yang lain.

***

Kesimpulannya, sifat setia amat penting bagi manusia, baik individual maupun sosial. Kecuali jika ia ingin tidak lagi bisa dibedakan dari binatang yang tidak mementingkan kesetiaan. Sebab bagaimanapun kesetiaan adalah tonggak hubungan vertikal dengan Allah dan horizontal dengan sesama manusia.
Nomor 05/Edisi II/Th.I