Friday, June 09, 2006

Hakikat Musibah

Oleh : Husnul Amal Mas'ud

“Dan Kami pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata inna lillah wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami kembali)”. (QS. al-Baqarah ayat 155-156)

Ada sementara orang, seakan tidak merasa berdosa, membuat istilah yang kurang proporsional atau tidak ada kaitannya dengan musibah yang menimpa. Mereka menyatakan bahwa musibah terjadi akibat alam sudah bosan, atau karena Allah telah murka. Bahkan mereka tidak risih memvonis bencana sebagai azab.

Kita harus bijak dan arif dalam merespon dan menyikapi apapun peristiwa yang terjadi di dunia.

Musibah apapun yang menimpa umat Rasulullah, seyogyanya dipandang sebagai salah satu dari enam perkara :

Pertama, sebagai ujian keimanan. Allah berfirman dalam al-Quran Surat al-Ankabut ayat 1-2, “Alif Lam Mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan, “Kami beriman”, dan mereka tidak diuji?! Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti akan mengetahui orang-orang yang benar (dengan keimanannya) dan orang-orang yang berdusta”.

Firman Allah dalam Surat Muhammad ayat 31, “Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benarberjihad dan bersabar di antara kamu, dan akan Kami uji perihal kamu”.

Kedua, sebagai upaya meningkatkan derajat keimanan. Semakin tinggi iman seseorang, semakin tinggi pula ujian yang ditimpakan kepadanya. Dalam al-Quran, Hadis dan Sirah Nabawiyah (sejarah nabi) banyak kita temukan kisah musibah yang menimpa para nabi. Nabi Nuh misalnya, selama 950 tahun

berdakwah hanya mendapatkan sedikit orang yang beriman, sementara kebanyakan umatnya kufur bahkan memperoloknya (QS. Al-Ankabut ayat 14), Nabi Ibrahim dibakar Raja Namrudz (QS. Al-Anbiya` ayat 57-70), Nabi Ayub yang diuji dengan ludesnya harta dan kematian hampir seluruh anggota keluarganya serta tubuhnya yang dijangkiti banyak penyakit (QS. Shad ayat 41), dan Rasulullah yang diejek dan disakiti orang-orang kafir Makkah, bahkan hendak dibunuh.

Rasulullah pernah ditanya oleh Shahabat Sa’ad bin Abu Waqqash tentang orang yang paling berat cobaannya, beliau menjawab, “Para nabi. Kemudian orang-orang yang derajatnya dekat dengan para nabi”. (HR. al-Hakim dan al-Thabrani).
Dalam hadis lain Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang muslim terkena duri, atau lebih dari itu, kecuali Allah mengangkat baginya satu derajat, dan menghapuskan darinya satu dosa”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Ketiga, sebagai bukti cinta Allah terhadap hamba-Nya. Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda “Ketika Allah mencintai suatu kaum, Dia mengujinya (dengan memberinya musibah)”. (HR. Ahmad dan al-Thabrani)

Keempat, sebagai tanda bahwa Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang (segolongan kaum), kebaikan ini berbentuk pemberian pahala dan penghapusan dosa yang diberikan Allah bagi orang yang bersabar dalam menjalani musibah.

Dan sabdanya yang lain, “Umatku umat yang dirahmati, di mana tidak ada atas mereka siksaan di akhirat. Siksaan mereka di dunia berupa bencana, gempa dan pembunuhan”. (HR. Abu Dawud)

Dan dalam sebuah Hadis yang dari Ummul Mukminin Aisyah, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Ketika dosa seorang hamba sudah sedemikian banyak, dan tidak ada sesuatupun yang dapat menghapusnya, maka Allah mengujinya dengan kesusahan agar dosanya terhapuskan”. (HR. al-Bazzar)

Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda, “Ketika Allah menghendaki kebaikan bagi hambanya, Dia mengujinya dengan bala (musibah). Dan ketika Allah menguji hambanya, Dia memberatkannya”. Saat para sahabat bertanya maksud dari memberatkannya”, Rasulullah bersabda, “Allah tidak meninggalkan baginya keluarga dan harta”. (HR. al-Thabrani)


Kelima, sebagai teguran atau peringatan. Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda, “Tidak ada seorangpun dari kalian melanggar ketentuan (Agama) kemudian disegerakan siksaannya (sebagai hukuman), kecuali siksa itu menjadi kafarah (penebus dosanya). Dan siapa yang siksanya diakhirkan, maka urusannya dikembalikan kepada Allah; Kalau Allah menghendaki, Dia merahmatinya (mengampuni kesalahannya). Dan kalau Dia menghendaki, Dia akan menyiksanya” . (HR. Ibn Hibban)

Dalam sebuah Hadis yang yang lain Rasulullah bersabda, “Ketika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka disegerakan baginya hukuman (di dunia ini) atas dosanya. Dan apabila Allah menghendaki keburukan pada hamba-Nya, Dia tahan hukuman dosanya di dunia, sehingga disiksa-Nya pada hari Kiamat.” (HR. al-Hakim)

Keenam, sebagai siksa Allah di dunia. Dalam al-Qur`an Allah menjelaskan bahwa ketika kemaksiatan dan kejahatan merajalela, dan tidak ada orang yang mencoba melakukan amar makruf nahi munkar, maka siksa Allah (musibah) akan menimpa mereka secara keseluruhan, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. al-Anfal ayat 25)

Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang melihat orang yang zhalim kemudian mereka tidak mengubahnya, maka hampir-hampir Allah meratakan mereka dengan siksaan dari-Nya”. (HR. Abu Dawud)

Dan sabdanya yang lain, “Demi Dzat yang menguasai diriku, sungguh kamu akan menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang munkar, atau kamu akan dikirimkan siksa dari Allah, kemudian kamu berdoa kepada-Nya dan tidak dikabulkan” (HR. al-Tirmidzi)

Semoga Allah memasukkan kita dalam golongan hamba-hambanya yang senantiasa bertaqwa dan bersabar menghadapi segala musibah. Amiin.
Nomor 30/Edisi VIII/Th. I

Cintailah Saudaramu

Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah e dari Rasulullah e, beliau bersabda: Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana diamencintai dirinya sendiri.(Riwayat Bukhori dan Muslim)
  • Seorang mu’min dengan mu’min yang lainnya bagaikan satu jiwa, jika dia mencintai saudaranya maka seakan-akan dia mencintai dirinya sendiri.
  • Menjauhkan perbuatan hasad (dengki) dan bahwa hal tersebut bertentangan dengan kesempurnaan iman.
  • Iman dapat bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
  • Anjuran untuk menyatukan hati.

Do'a

menjenguk atas kelahiran bayi

بارك الله لك فى الموهوب وشكرت لك الواهب

“ Baarokallaahu laka fil mauhuubi wa syakartul waahib”
Semoga Allah memberkati apa yang diberikan kepada engkau, dan aku bersyukur kepada dzat Yang Memberinya

Friday, June 02, 2006

Belajar Dari Gempa

Oleh : Dedy W. Sanusi


KETIKA kita dihadapkan dengan panorama bencana: mayat-mayat berserakan, rumah-rumah runtuh, orang-orang terluka dan para pengungsi ‘kleleran’, apa yang berjumpalitan di benak kita?. Apakah yang kita rasakan?.

Sakit.

Itulah yang terjadi berulang-ulang di tanah air kita dua tahun belakangan ini: sejak gempa di Nabire, Tsunami di Aceh dan Nias, --kini—gempa di Yogyakarta dan Gunung Merapi yang masih mengeluarkan asap panas. Ketika panorama itu diputar berulang-ulang, apakah yang kita rasakan?.

Lebih sakit.

Guncangan gempa, hempasan Tsunami dan gelegak lahar itu terus-menerus menggempur hati kita, meninggalkan luka yang masih menganga. Apakah kita mesti mengeluh, “mengapa yang terus datang adalah derita demi derita, gelap di atas gelap?”.

Gelap --yang seperti pakaian-- membalut tubuh bangsa kita. Gelap yang kita sendirilah penyebab pekat dan ketakberanjakannya. Hutan-hutan kita tebangi tanpa keseimbangan; tambang-tambang kita gali habis-habisan; korupsi jadi kebanggaan; moral bangsa hanyut dibawa banjir bandang. Tindak aniaya adalah kegelapan. Demikian pesan al-Qur’an.

Akan tetapi, gelap adalah juga tempat melatih kebeningan, mempertajam perenungan dan –dengan jujur—mengakui kesalahan-kesalahan. Malam menjelang subuh adalah saat terintim manusia dengan Tuhannya.

*

LANTAS, bagaimana kita mesti belajar dari gempa?.

Kalau kita melihatnya hanyalah sekedar peristiwa alam, ilmu pengetahuan memberikan jawaban. Akal yang bekerja disini –mengutip Dr. Taha Abdurrahman, filosof Maroko-- disebut akal mulki ; akal yang menghasilkan pengetahuan.

Akal macam ini memberi kita pengetahuan bagaimana gempa bumi terjadi; bagaimana membuat sistem peringatan dini sebelum ia terjadi; bagaimana mengkonstruk bangunan tahan gempa; bagaimana menyiapkan masyarakat untuk tepat bertindak menjelang, ketika dan setelah gempa terjadi; bagaimana menyiapkan capacity building sistem penangananbencana yang kokoh-efekif ; dan seterusnya. Pemerintah dengan segala perangkat dan fasilitas yang dimilikinya paling bertanggung jawab menyediakan semua ini.

Negara-negara sekuler dan lembaga-lembaga internasional biasanya melihat bencana dari perspektif ini. Dalam konteks bencana alam, reaksi mereka bisa dirunut: ikut belasungkawa, memberi bantuan kemanusiaan (barang atau uang), memperingatkan negara korban agar membangun early warning system dan membantu negara bersangkutan untuk rekonstruksi pasca bencana. Selepas itu, kondisinya kembali ke status quo: aktivitas mereguk habis-habisan kenikmatan dunia kembali dibuka; struktur dunia yang tidak adil tetap lestari dan dunia kembali berputar dengan segala perangkat dan nilainya yang berlaku de facto.

Namun kalau kita melihat gempa dari perspektif nilai (akal malakuti), persoalannya menjadi lain. Akal macam ini mengantarkan seseorang pada keimanan. Bahwa segala peristiwa di dunia ini adalah ayat (tanda yang mengandung nilai) Allah SWT untuk mengajar manusia yang mau menggunakan kecerdasan otak dan hatinya (ulul albab).

Gempa –dalam perspektif ini—bisa dilihat sebagai bentuk perlawanan alam terhadap keserakahan dan kezaliman manusia; sebagai warning system proteksi Allah SWT terhadap manusia --bahwa dengan kekuasaan-Nya manusia bisa diserang kehancuran kapan saja, oleh banjir, angin topan, gunung meletus dan lain-lain--; sebagai media untuk menguji kesabaran dan kekokohan mental sebuah komunitas untuk meraih masa depan yang lebih baik. Semakin dalam perenungan dengan akal malakuti, semakin banyak makna dan kearifan yang bisa digali.

Orang beriman melihat musibah sebagai ujian. Ia akan keluar menjadi sosok yang lebih kuat setelah musibah berlalu. Kalau ia harus kembali menghadap Penciptanya sekalipun, semboyannya adalah innalillah wa inna ilahi raji’un, segalanya berasal dari Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya. Musibah yang menjadi ujian itu memberikan kesempatan kepada orang beriman untuk introspeksi; jangan-jangan ada yang salah dengan dirinya. Bisa jadi ia kurang bersyukur, kurang serius mengabdi kepada Allah, banyak melabrak larangan-larangan-Nya dan seterusnya.

Perenungan macam ini mau tidak mau akan mengantarkan sang empunya untuk kembali kepada-Nya, bertaubat, meneguhkan keimanan dan beramal saleh. Ini adalah perlajaran paling berharga yang bisa dipetik orang beriman dari bencana yang dihadapinya.

*

SIKAP mental dan perilakunya pasca bencana pasti lebih baik dari sebelumnya. Karena bisa jadi gempa adalah medium revolusi spiritual baginya untuk menapaki tangga demi tangga menuju puncak nilai keluhuran manusia.

Bisakah kita, bangsa Indonesia, belajar serius dengan mata nurani dari rentetan bencana yang menghantam negeri kita tahun-tahun belakangan ini?.

Bukankah setelah subuh, gelap pasti berlalu digantikan cahaya mentari; membuka hari baru yang cerah dan menjanjikan?. Bisakah kita merengkuhnya?.
Nomor 30/Edisi VIII/Th. I

Do'a

Adab ketika terkena bala’ atau bencana

بسم الله الرحمن الرحيم ولا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم

Bismiiaah rahmaanir rahiim, walaahaula wala quwwata ilaa billaahil ‘aliyyil ‘adhim.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Penyayang dan tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung.

انا لله وانا إليه راجعون اللهم أجرني في مصيبتى واخلف لي خيرا منها

Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raajiun allaahuma jurnii fii mushiibatii akhliflii khairan minhaa

Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kami akan kembali padanya. Ya Allah berilah pahala padaku dalam musibahku dan berilah ganti untukku yang lebih baik dari padanya. (H.R Muslim)